“jeritan para wanita yang belom bersuami!! Wahai
bapak-bapak yang belum sadar BERPOLIGAMI !! Anda diciptakan Allah ta’ala
sebagai imam yang mampu memimpin 4 orang istri,kenapa anda tidur dipelukan satu
istri saja? Anda mampu !! Allah ta’ala Maha Kaya, apakah anda tidak sadar bahwa
perbandingan kami dengan anda sudah 1:7 ?? kami mau dikemanakan? Mana sunnah
Nabimu? Mana imanmu? Mana ilmumu? Mana rasa ibamu? Takut istri syirik !! Takut
miskin itu syirik !! Kami perlu imam, Allah ta’ala member makan kami, bukan
anda, semoga anda sadar dan menjadi renungan. “
Aduh,
mendidih saya membaca tulisan diatas, tulisan diatas saya dapat dari status
seseorang di Facebook. Ada dua hal yang menjadi penilaian saya terhadap empunya
status tersebut. Pertama, sebagai
seorang istri jelas saya sangat marah dengan pemilik status tersebut. Kenapa
saya marah? Ya wajar lah,solidaritas sesama perempuan yang bersuami, mana rela
suaminya dibagi dengan orang lain apalagi sampai diambil. Kedua, saya merasa sangat kasihan. Sebegitu nggak lakunya kah
perempuan tersebut, sampai-sampai harus rela di poligami? Menurut saya mungkin
dia lelah menjomblo, lelah menunggu jodoh yang tak kunjung datang. Dari dulu
sikap saya sangat jelas, saya menolak dipologami. Bukan berarti saya tidak
setuju dengan ajaran islam. Menolak bukan berarti tidak setuju, tolong bedakan
!!
Biar
saya tidak terkesan terlalu emosional dalam menanggapi isu poligami ini, maka
tetaplah membaca tulisan saya. Saya akan jelaskan poligami secara lebih luas,
tidak hanya seputar emosi saya saja. So keep reading yaa..
Pengertian
Poligami
Poligami
secara etimologi atau asal katanya berasal dari bahasa Yunani, polus : artinya
banyak dan gamos : artinya perkawinan. Jadi bila digabungkan, poligami adalah perkawinan
yang banyak. Pengertian poligami menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan
jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Secara sosiologis, poligami merupakan
bentuk perkawinan jamak tunggal. Poligami dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama, poligini ; merupakan perkawinan
antara seorang laki-laki dengan wanita yang jumlahnya lebih dari satu orang
dalam waktu bersamaan. Kedua, poliandri
; merupakan bentuk perkawinan antara seorang wanita dengan laki-laki yang
jumlahnya lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan. Poliandri banyak
dilakukan oleh suku-suku bangsa yang ada di daerah Tibet. Ketiga, conogami ; merupakan perkawinan dari dua atau lebih
laki-laki dengan dua atau lebih perempuan dalam perkawinan kelompok. Bentuk
perkawinan ini dapat ditemukan pada kelompok di kepulauan Pasifik di Marqueses.
Secara istilah seharusnya perkawinan yang dilakukan oleh satu laki-laki dengan
lebih dari satu wanita disebut poligini, namun dalam kesehariannya masyarakat
memakai istilah poligami mungkin karena praktek poliandri dan conogami jarang
ditemukan di Indonesia.
Sejarah
Poligami
Bila
kita berbicara tentang poligami,maka kebanyakan dari kita berpikiran bahwa
poligami adalah produk dari ajaran Islam. Padahal poligami sudah hadir jauh sebelum
kedatangan Islam. Poligami menjadi praktek social sejak masa kuno. Hampir
seluruh bangsa di dunia mengenal praktek poligami. Poligami menjadi hal yang di
benci oleh orang-orang yang ada di dunia barat. Orang-orang barat beranggapan
bahwa poligami adalah suatu perbuatan yang tercela. Namun dalam prakteknya
banyak tokoh-tokoh besar di barat seperti Hendrik II, Hendrik IV, Lodeewijk XV,
Rechlieu, dan Napoleon I yang melakukan poligami, mereka melakukannya secara
illegal. Orang-orang Hindu juga melakukan poligami, seperti raja-raja di
Indonesia pada masa berkembangnya kerajaan hindu. Raja-raja tersebut selain
memiliki seorang permaisuri biasanya juga memiliki beberapa selir. Di kalangan
bangsa Israil, poligami telah berjalan sejak sebelum zaman nabi Musa a.s. yang
kemudian menjadi adat kebiasaan yang dilanjutkan tanpa ada batasan istri.
Poligami
Dalam Pandangan Islam
Setelah
kedatangan Islam, poligami mulai diatur. Ada pembatasan dalam jumlah istri dan
juga syarat-syarat yang harus dipenuhi bila seorang laki-laki ingin
berpoligami. Poligami yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW, menjadi rujukan dalam Islam. Perlu kita ingat bahwa
Nabi Muhammad selama hidupnya lebih lama melakukan monogami daripada poligami.
Nabi Muhammad melakukan monogami selama 25 tahun. Beliau baru melakukan
poligami saat istrinya Khadijah meninggal dunia.
Tujuan
Nabi Muhammad melakukan poligami tentu bukan semata orientasi seksual. Bila
kita membaca kisah istri-istri Nabi Muhammad, ada dua hikmah poligami yang
dilakukan oleh beliau. Pertama, poligami
yang dilakukan bertujuan untuk politik dan dakwah. Nabi Muhammad menikahi
putri-putri ketua kabilah, agar kabilah tersebut menerima Islam dan semakin
menguatkan posisi umat Islam di tanah Arab. Kedua,
poligami yang dilakukan bertujuan untuk kemanusiaan. Nabi Muhammad menikahi
janda-janda untuk bisa memelihara anak yatim.
Islam
adalah agama yang sempurna, menjadi rahmatan lil alamin bagi semesta. Poligami
yang sudah ada sebelum datangnya Islam tidak serta merta di hilangkan. Islam
mengakomodasi adanya poligami, namun dengan aturan-aturan tertentu yang
tujuannya untuk memuliakan kedudukan wanita. Sebelum kedatangan Islam, seorang
laki-laki tidak memiliki batasan tentang berapa jumlah perempuan yang bisa
dinikahi. Setelah datangnya Islam, jumlah wanita yang boleh dinikahi hanya
sebatas empat orang bila lebih dari itu maka poligami tersebut menjadi haram. Hal
ini didasarkan firman Allah Swt. berikut:
ﻓَﺎﻧْﻜِﺤُﻮﺍ ﻣَﺎ ﻃَﺎﺏَ ﻟَﻜُﻢْ
ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﻣَﺜْﻨَﻰ ﻭَﺛُﻼَﺙَ ﻭَﺭُﺑَﺎﻉَ ﻓَﺈِﻥْ ﺧِﻔْﺘُﻢْ ﺃَﻻَّ ﺗَﻌْﺪِﻟُﻮﺍ ﻓَﻮَﺍﺣِﺪَﺓً ﺃَﻭْ ﻣَﺎ
ﻣَﻠَﻜَﺖْ ﺃَﻳْﻤَﺎﻧُﻜُﻢْ ﺫَﻟِﻚَ ﺃَﺩْﻧَﻰ ﺃَﻻَّ ﺗَﻌُﻮﻟُﻮﺍ
Artinya:
Nikahilah
wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing- masing dua, tiga, atau empat—kemudian
jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja—atau kawinilah
budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada
tindakan tidak berbuat aniaya. (QS an-Nisa’ [4]: 3).
Dalam
Islam poligami dilakukan dengan syarat, yaitu harus berlaku adil. Surat An Nisa
ayat 3, selain menjelaskan tentang batasan jumlah istri juga menjelaskan bahwa
laki-laki yang berpoligami harus mampu berbuat adil. Kalau tidak bisa berbuat
adil maka lebih baik monogami saja. Dengan demikian bisa kita ketahui bahwa
tidak semua orang boleh melakukan poligami, karena hanya yang mampu berbuat
adil sajalah yang boleh melakukan poligami.
Poligami
Menurut Undang-Undang Perkawinan
Definisi
perkawinan dalam Undang Undang No 1 tahun 1974 pasal 1 adalah ikatan lahir
bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan definisi tersebut, jelaslah bila
perkawinan di Indonesia berasaskan monogami. Penegasan tentang asas monogami
ini dipertegas kembali dalam pasal 3 (1) UU Perkawinan yang mengatakan bahwa
pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang
isteri. Di mana seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Ini berarti
sebenarnya yang disarankan oleh undang-undang adalah perkawinan monogami.
Undang-Undang
Perkawinan juga mengakomodasi perkawinan poligami, namun dengan beberapa syarat
tertentu. Menurut Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan, Pengadilan dapat
memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila
dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal seorang suami akan
beristeri lebih dari seorang, maka si suami wajib mengajukan permohonan kepada
Pengadilan di daerah tempat tinggalnya (Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan).
Dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan dijelaskan lebih lanjut bahwa
Pengadilan hanya akan memberikan izin kepada si suami untuk beristeri lebih
dari satu jika:
a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai isteri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit
yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Selain hal-hal di atas, si suami dalam mengajukan
permohonan untuk beristeri lebih dari satu orang, harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut (Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan):
a. adanya persetujuan dari istri/istri-istri
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku
adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
Persetujuan
istri/istri-istrinya tidak diperlukan jika istri/istri-istrinya tidak mungkin
dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila
tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya dua tahun, atau karena
sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan (Pasal
5 ayat 2 Undang - Undang Perkawinan).
Dengan
demikian, seorang laki-laki tidak bisa serta-merta dapat melakukan poligami.
Negara hanya mengakui poligami bila memenuhi syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh Undang-Undang. Hendaknya seorang lelaki berpikir panjang terlebih
dahulu sebelum melakukan poligami. Jika istri sakit, bukankah lebih baik
dirawat daripada harus di poligami. Bayangkan bila yang terjadi sebaliknya,
jika suami yang sakit apa bisa istri poligami? Jawabannya tentu tidak bisa.
Maka sungguh egois bila suami memilih menikah lagi ketika istrinya sakit.
Tindakan tersebut tidak mencerminkan kemanusiaan. Soal istri mandul, lalu suami
menikah lagi. Bagaimana jika yang mandul suaminya? Terlebih lagi punya atau
tidaknya keturunan itu telah ditetapkan oleh sang Pencipta. Anak itu adalah amanah
yang akan dimintai pertanggungjawabanya nanti. Kalau memang tidak dikarunia
keturunan, bisa jadi karena kita dianggap belum mampu mengemban amanah
tersebut.
Antara
Syahwat dan Sunnah
Kembali
ke status facebook yang telah kita bahas diatas, kalau kita cermati ada dua argumen
empunya status bahwa poligami adalah suatu keharusan. Argumen tersebut adalah
bahwa poligami adalah sunnah rasul dan jumlah perempuan yang lebih banyak
daripada laki-laki. Poligami adalah sunnah rasul, adalah senjata pamungkas bagi
laki-laki untuk memperoleh ijin menikah lagi dari istrinya. Surat An Nisa ayat
3 dijadikan sandaran untuk memperkuat dalil bahwa poligami adalah sunnah.
Padahal dalam surat An Nisa ayat 129 dijelaskan bahwa sekali-kali laki-laki
tidak bisa berbuat adil kepada semua istrinya. Poligami yang dimaksud dalam
surat An Nisa ayat 3 ini sebenanya bukan sebagai motivasi laki-laki untuk
melakukan poligami. Poligami yang dimaksudkan dalam surat tersebut adalah untuk
melindungi anak-anak yatim dan janda-janda korban perang. Lalu apakah poligami
yang terjadi saat ini sesuai dengan tuntunan surat An Nisa? Kebanyakan pelaku
poligami menikahi perempuan yang masih perawan ataupun jika janda,yang di pilih
adalah janda-janda muda. Indikator pemilihan istri kedua terlihat jelas hanya
dari sisi fisik semata.
Sunnah
secara fikih di artikan sebagai tindakan yang baik untuk dilakukan, mengacu
pada perilaku Nabi. Poligami yang dilakukan Nabi menjadi ssesuatu yang
distorsif. Jika memang sunnah kenapa tidak dilakukan oleh Nabi sejak pertama
kali. Sepanjang hidupnya Nabi lebih lama melakukan monogamy dibandingkan
poligami. Nabi baru melakukan poligami setelah dua tahun meninggalnya Siti
Khadijah. Istri kedua Nabi bernama Saudah binti Zam’ah adalah seorang wanita
Quraisy dari Bani ‘Amir. Saat dinikahi oleh Nabi, umurnya 69 tahun dengan
status janda beranak lima. Jika benar laki-laki berpoligami untuk mengikuti
sunnah rasul, maka carilah perempuan yang berusia lanjut dan memiliki anak
banyak. Bukankah perempuan yang seperti itu yang pantas untuk di tolong, karena
dia tidak mampu menghidupi dirinya dan anak-anaknya.
Laki-laki
yang melakukan poligami dengan alasan mengikuti sunnah rasul,apakah sudah
melakukan amalan-amalan sunnah lainnya? Seperti menjahit bajunya sendiri,
membersihkan terompahnya sendiri, menyapu kamarnya sendiri dan beberapa
pekerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan oleh Nabi. Sunnah kok milih yang
enak-enak saja, kan konyol itu. Jika sunnah yang sederhana saja belum diikuti
buat apa melakukan sunnah yang syaratnya berat?
Argumentasi kedua yang dijadikan pembenar untuk melakukan
poligami adalah bahwa jumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah laki-laki,
bahkan katanya perbandingannya 1:7. Saya bingung, dapat darimana data perbandingan
1:7 itu. Berikut akan saya sajikan data bjumlah penduduk Indonesia berdasarkan
jenis kelamin dan usi menurut sensus BPS tahun 2010.
Tabel : Jumlah
Penduduk Indonesia Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
USIA
|
LAKI-LAKI
|
PEREMPUAN
|
LAKI-LAKI + PEREMPUAN
|
0-4
|
11 662 369
|
11 016 333
|
22 678 702
|
5-9
|
11 974 094
|
11 279 386
|
23 253 480
|
10-14
|
11 662 417
|
11 008 664
|
22 671 081
|
15-19
|
10 614 306
|
10 266 428
|
20 880 734
|
20-24
|
9 887 713
|
10 003 920
|
19 891 633
|
25-29
|
10 631 311
|
10 679 132
|
21 310 443
|
30-34
|
9 949 357
|
9 881 328
|
19 830 685
|
35-39
|
9 337 517
|
9 167 614
|
18 505 131
|
40-44
|
8 322 712
|
8 202 140
|
16 524 852
|
45-49
|
7 032 740
|
7 008 242
|
14 040 982
|
50-54
|
5 865 997
|
5 695 324
|
11 561 321
|
55-59
|
4 400 316
|
4 048 254
|
8 448 570
|
60-64
|
2 927 191
|
3 131 570
|
6 058 761
|
65-69
|
2 225 133
|
2 468 898
|
4 694 031
|
70-74
|
1 531 459
|
1 924 872
|
3 456 331
|
75-79
|
842 344
|
1 135 561
|
1 977 905
|
80-84
|
481 462
|
661 708
|
1 143 170
|
85-89
|
182 432
|
255 529
|
437 961
|
90-94
|
63 948
|
106 951
|
170 899
|
95+
|
36 095
|
68 559
|
104 654
|
Jumlah
|
119 630 913
|
118 010 413
|
237 641 326
|
Sumber
: BPS, sensus penduduk 2010
Berdasarkan
tabel diatas, maka dapat kita lihat secara jelas bahwa anggapan bahwa jumlah
perempuan lebih banyak dari laki-laki adalah salah. Dari usia produktif yaitu
antara 15-44 tahun jika di total, jumlah laki-laki lebih banyak daripada jumlah
perempuan. Jumlah laki-laki usia 15- 44 tahun adalah 58.742.916 jiwa, sedangkan
jumlah perempuan usia 15–44 tahun adalah 58.200.562 jiwa. Jika menjadikan
perbandingan jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki, maka argumentasi
keharusan untuk berpoligami sudah terpatahkan. Faktanya jumlah laki-laki lebih
banyak dari perempuan.
Lantas
bagaimanakah kita seharusnya bersikap terhadap poligami? Apakah kita harus
mengharamkannya? Apakah kita harus menolaknya? Saya akan memberikan gambaran
bagaimana kita menyikapi persoalan poligami ini, baik untuk laki-laki maupun
untuk perempuan. Pertama yang akan saya bahas adalah dari sisi laki-laki. Pada dasarnya
poligami diperbolehkan dalam islam, namun juga harus disadari bahwa syaratnya
juga harus anda patuhi. Jika anda belum bisa berbuat adil baik secara materi
maupun kasih sayang, poligami yang anda lakukan jatuhnya bukan bersifat ibadah,
melainkan menambah dosa. Sikap yang terlalu condong terhadap salah satu istri
bisa menjurus pada tindakan penelantaran. Melakukan penelantaran baik secara
ekonomi maupun psikologis berarti termasuk melakukan kekerasan dalam rumah
tangga. Secara hukum anda akan dihukum, karena melanggar Undang - Undang No 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Secara
agama, jelas anda berdosa. Al Qur’an dalam surat An Nisa ayat 19 :
“Hai
orang-orang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita dengan cara paksa,
dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian
dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka
bersabarlah, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Menurut
Tafsir Al-Manar menerangkan makna
”muasyarah bil ma’ruf” dalam Surat An Nisa ayat 19 adalah, “Wajib atas
orang beriman berbuat baik terhadap istri mereka, menggauli dengan cara yang
baik, memberi mahar dan tidak menyakiti baik ucapan maupun perbuatan, dan tidak
bermuka masam dalam setiap perjumpaan, karena semua itu bertentangan dalam
pergaulan yang baik dalam keluarga.” Di antara bentuk perlakuan yang baik
adalah melapangkan nafkah, meminta pendapat dalam urusan rumah tangga, menutup
aib istri, menjaga penampilan, dan membantu tugas-tugas istri di rumah. Maka jika
poligami membuat anda menelantarkan istri, maka NERAKA lah balasannya.
Bila
anda berlindung di balik kalimat “poligami adalah sunnah” maka bercerminlah
terlebih dahulu. Apakah semua amalan wajib sebagai seorang suami sudah anda
lakukan semuanya dengan baik apa tidak. Apakah anda juga sudah melakukan
sunnah-sunnah nabi yang lain seperti memelihara jenggot dan membantu melakukan
pekerjaan rumah tangga. Jika melakukan sunnah,jangan pilih-pilih.
Poligami
yang tidak bisa memenuhi prinsip keadilan akan membawa banyak mudharatnya. Poligami
yang tidak semakin memperlakukan istri secara baik, sama dengan melanggar
sunnah nabi. Bukankah Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya; dan sebaik-baik kalian
adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (Tirmidzi)
Sekarang
bagaimana perempuan harus bersikap tentang poligami. Sebagai wanita muslimah,
anda harus mengimani bahwa poligami itu diperbolehkan dalam islam. Kita tidak
berhak mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah. Kita tidak boleh
membenci poligami, membenci poligami berarti membenci ayat Allah.
Jika
anda tidak setuju bila suami anda berpoligami anda tidak perlu merasa berdosa,
tidak perlu merasa melawan ajaran agama. Anda berhak menolak jika suami anda
berpoligami. Saya rasa seorang istri berhak mencegah suaminya untuk berpoligami
jika poligami yang dilakukan lebih banyak mudharatnya. Dalam islam tujuan
sebuah perkawinan termasuk perkawinan poligami adalah membentuk keluarga sakinah,
mawaddah, warohmah (SAMAWA). Jika rumah tangga poligami lebih banyak
mendatangkan masalah, lebih banyak menyakiti maka bukanlah SAMAWA yang di
dapatkan.
Menurut
ajaran Islam, seorang istri yang rela di poligami akan mendapatkan balasan surga.
Namun perlu diingat bahwa poligami membuka salah satu pintu surga, artinya
masih banyak pintu surge yang lain. Anda yang tidak setuju untuk dipoligami
tidak perlu khawatir untuk tidak bisa mendapatkan surga. Masih banyak jalan
lain menuju surga. Allah itu Maha Pengasih, tidak mungkin tidak ada jalan lain
menuju surga selain rela di poligami.
Sekarang
bagi perempuan-perempuan yang belum memiliki jodoh, introspeksilah apa
penyebabnya hingga Allah belum memberikan jodoh untuk anda. Perbaiki diri
terlebih dahulu, sehingga nanti akan diberi jodoh yang baik. Dekatkan diri
kepada yang Maha Cinta, maka cinta Nya akan anda dapatkan. Tak perlu
merendahkan diri, mengobral diri untuk memikat suami orang lain. Berpuasalah bila
memang belum ditakdirkan untuk menikah. Ingatlah bahwa jodoh, maut dan rezeki
itu sudah ditetapkan oleh Allah. Ingatlah bahwa Allah menciptakan manusia
secara berpasang-pasangan, jadi tidak perlu semangat mengambil pasangan orang
lain.
Penutup
Tulisan
saya ini adalah cerminan sikap saya terhadap poligami. Saya tidak membenci
ataupun mengharamkan poligami. Ingat tidak setuju suami berpoligami bukan
berarti membenci poligami. Sebagai seorang perempuan dan seorang istri saya
punya hak untuk menolak jika suami saya melakukan poligami
Bagi
para suami agama secara utuh, jangan setengah-setengah. Janganlah gegabah
melakukan poligami bila tidak tau ilmunya. Janganlah latah jika melihat
laki-laki lain melakukan poligami. Juga jangan iri bila ada laki-laki yang berbahagia
dengan poligaminya. Jika ingin mendapatkan pahala dan menuruti sunnah, jadilah
suami yang baik. Lakukan kewajiban-kewajiban sebagai seorang suami dengan baik.
Kerjakan tugas rumah secara bersama-sama dengan istri, maka anda juga telah
mengikuti sunnah nabi.
Bagi
para istri, tidak perlu mengharamkan poligami, sebab poligami itu halal. Tidak perlu
takut berdosa jika anda tidak mengijinkan suami anda untuk berpoligami. Anda juga
tidak perlu sewot jika melihat laki-laki lain berpoligami, toh itu bukan suami
anda. Jangan takut tidak mendapat surge jika anda menolak di poligami, ingat
Allah Maha Penyayang.
Pada
dasarnya sebuah pernikahan adalah jalan untuk beribadah kepada Allah. Sebuah pernikahan
bertujuan untuk memberikan kebahagian kepada masing-masing pihak yang ada dalam
pernikahan tersebut. Mau monogami ataupun poligami dasarnya adalah ajaran
agama. Jika ingin pernikahan bahagia baik itu monogami ataupun poligami harus
mengerti ilmunya. Jadi poligami itu menjadi sunnah atau hanya syahwat semata,
semuanya kembali kepada diri kita masing-masing. Siapa yang menanam, dia yang
akan memetik hasilnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar