Pada
tahun 1901, pemerintah kolonial Belanda mulai menerapkan kebijakan politik
etis. Adalah Van de Venter sebagai pencetus kebijakan tersebut. Menurutnya,
pemerintah kolonial Belanda telah banyak berhutang budi kepada rakyat
Indonesia, maka sudah sepatutnya pemerintah colonial Belanda membalas budi.
Politik Etis atau politik balas budi dilakukan dengan memberikan tiga hal
kepada rakyat Indoesia, yaitu edukasi, irigasi dan emigrasi.
Walaupun
pada akhirnya kebijakan tersebut disalahgunakan dan menjadi bentuk eksploitasi
baru bagi bangsa Indonesia, kebijakan memberikan edukasi memiliki pengaruh yang
besar. Dengan adanya kebijakan tersebut, pemerintah kolonial Belanda mendirikan
beberapa sekolah yang kemudian menghasilkan para cendikiawan pelopor pergerakan
nasional.
Salah
satunya adalah Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki
Hajar Dewantara. Selain sebagai pendiri Indische Partij, Ki Hajar Dewantara
juga berjasa dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Pada 3 Juli 1922 Ki
Hajar Dewantara mendirikan Sekolah Taman Siswa di Yogyakarta. Taman Siswa hadir
untuk memberikan kesempatan bagi para pribumi agar memperoleh pendidikan sesuai
dengan kebijakan politik etis. Melalui Taman Siswa pribumi yang dibatasi
bersekolah di sekolah milik pemerintah Belanda, akhirnya bisa mengenyam
pendidikan.
Atas
jasanya terhadap pendidikan di Indonesia, sejak tahun 1959 hari kelahiran Ki
Hajar Dewantara yaitu tanggal 2 Mei dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Sesuai dengan Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959 tertanggal 28
November 1959.
Lantas
bagaimanakan kondisi pendidikan bangsa Indonesia saat ini? Apakah pendidikan di
Indonesia sudah mampu mencetak manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan
yang maha esa, merdeka lahir batih, luhur budi pekertinya serta cerdas dan
dibekali ketrampilan, sebagiman yang menjadi tujuan berdirinya Taman Siswa?
Dimuat
di UmmiOnline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar